PANGKEP - Muhammad Muardi salah seorang tokoh pemuda Pangkep dalam rilisnya yang di kirim ke meja redaksi Indonesia Satu perwakilan Kabupaten Pangkep Minggu (27/5/3023)
Dia menjelaskan bahwa Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial '' Politik Untung Rugi /Politik Balas Budi "Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak 17 September 1901.
Baca juga:
Menunggu Adu Gagasan Para Capres
|
Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi. Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa. Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel.
Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda. Hindia Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi. Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa.
Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda.
Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.
Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.
Politik Etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi.
Awalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Akan tetapi, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda. Dampak Negatif Dalam program irigasi, upaya pengairan yang ditujukan untuk aktivitas pertanian tidak berjalan mulus. Air yang disalurkan ternyata hanya untuk orang-orang Belanda, sedangkan kaum pribumi seakan dipersulit sehingga menghambat kegiatan pertaniannya.
Berikutnya, dalam program edukasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata punya niatan buruk. Mereka ingin memperoleh tenaga kerja dengan kualitas SDM tinggi namun dengan upah rendah. Program edukasi yang awalnya ditujukan untuk semua golongan, pada kenyataannya didominasi oleh orang-orang kaya atau dari kalangan bangsawan saja sehingga terjadi diskriminasi dalam hal pendidikan.
Dampak Positif Meskipun terjadi penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia. Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat daerah maupun nasional di Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain. Program edukasi yang diberikan dalam Politik Etis melahirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui pemikiran, pengetahuan, hingga politik.
Nantinya, berbagai organisasi pergerakan ini berganti wujud menjadi partai politik yang memperjuangkan kesetaraan atau merintis upaya kemerdekaan bagi Indonesia. Politik Etis berakhir ketika Belanda menyerah dari Jepang tahun 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua. Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah di Perang Dunia Kedua sehingga membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 Beda tipis dengan "Politik Untung Rugi" Ibarat mata 2 Mata pisau yang saling mengiris .
Allen Hicken profesor di Departemen Ilmu Politik, University of Michigan, yang fokus meneliti institusi politik di negara-negara berkembang, mengartikan klientelisme sebagai hubungan pertukaran timbal balik dan hierarkis yang dibentuk melalui pertukaran sumber daya material atau non-material antara kandidat dan pemilih.
Pertukaran klientelistik dimediasi oleh aktor perantara sebagai penyedia dukungan yang umumnya adalah pemimpin etnis. Praktik klientelisme tidak didasarkan pada ikatan primordial tetapi kalkulasi rasional (untung-rugi) antara kandidat dan pemilih.
Melalui jaringan klientelisme, kontrol terhadap birokrasi, lembaga dan pemimpin etnis yang dilakukan oleh para kandidat hampir tak terhindarkan di pemilu. Ini karena kandidat maupun penyedia dukungan tidak berhitung soal ikatan primordial etnis tetapi kemenangan dan kepentingan politik di Pemilu.
Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), praktik klientelisme umumnya diterapkan oleh petahana yang memiliki kuasa dalam mengontrol dan mendayagunakan birokrasi bagi kepentingan politiknya, dari kabupaten hingga desa sesuai kepentingannya.
Di daerah - daerah Pada umum, Indonesia Timur yang merupakan daerah yang relatif heterogen dari segi etnis, etnisitas bahkan tidak terlalu mempengaruhi mobilisasi politik.
Perkembangan Suatu Daerah Dilihat dari kemajuan daerah tersebut mulai dari Infrastruktur sarana dan Prasarana, Kemajuan Indeks SDM dan Lapangan Kerja Memadai. Dalam Momentum Pemilu Tahun 2024 yang akan datang Mari memilih Pemimpin yang benar benar bekerja untuk rakyat, berkontribusi kemajuan Daerah bukan semata kepentingan kelompok, Golongan dan Pribadi. ( Herman Djide)